Selasa, 05 Januari 2010
0
Selasa, 05 Januari 2010
Perencanaan strategik merupakan proses
Sistematis yang berkesinambungan, melalui proses pembuatan keputusan dengan
memanfaatkan sebanyak mungkin pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara
sistematis berbagai kegiatan untuk melaksanakan keputusan tersebut, dan
mengukur hasilnya melalui umpan balik yang sistematis pula. Jadi tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa perencana strategik merupakan bagian terpenting
dalam penyelenggaraan manajemen strategik.
Untuk pertama kalinya manajemen strategik
dikembangkan dalam kalangan militerIndonesia pada awal dasawarsa tujuh
pu-luhan, guna mewujudkan suatu tatanan kekuatan nasional yang berperan
melindungi keutuhan teritori serta kedaulatan bangsa dan negara. Tatanan
tersebut hingga saat ini dikenal sebagai sistem manajemen sumberdaya pertahanan
dan keamanan de-ngan Sistem Perencanaan Strategis Pertahanan Keamanan Negara
(Sisrenstra Han-neg) sebagai perwujudan rencana tindakan dan kegiatan mendasar
dalam pola impelementasi.
Ketika itu ada kecenderungan manajemen
strategis versi ABRI ini hendak dijadikan model untuk mendukung perencanaan
strategis pembangunan nasional versi pemerintah, akan tetapi hal ini tidak
berkembang sebagai keputusan manajerial, kecuali pro dan kontra kehendak
masing-masing. Ketika lingkungan mendadak berubah dalam suatu era reformasi
menuju pemerintahan demokratis (demokratic gover-nance) yang
mengandaikan semua itu dirumuskan dan dilaksanakan dengan parameter prinsip
supremasi otoritas politik (civilian supremacy), mekanisme checks and
balances dan terse-dianya instrumen transparansi kebijakan yang membuka
peluang bagi akuntabilitas publik,maka berkembanglah pemaham-an dan pengetahuan
praktis tentang perencanaan strategis sehingga banyak pihak mulai melihat
secara terbuka dan meragukan kontribusi riil yang disumbangkan oleh manajemen
strategis untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang overlap dengan
tujuan ABRI.
Lalu mulai dikeluhkan tentang fungsi dan
efektifitas perencanaan strategis, di saat yang sama juga mulai dirasakan
sulitnya melakukan eksekusi strategi seperti yang telah direncanakan. Manajemen
strategik hanya memberi perhatian pada faktor internal organisasi (ABRI),
khususnya manajemen keuangan. Dengan kata lain, baik dalam wilayah perencanaan
strategik maupun implementasi strategik, posisi manajemen strategik dikalangan
TNI saat ini sedang dipertanyakan terlebih dengan semakin meningginya
turbulensi lingkungan strategis dan intensitas pembaruan.
Sementara itu sebagai buah reformasi telah
terbentuk dasar-dasar perubahan di bidang manajemen pemerintahan dan pembangunan
yang terwujudkan dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, kemudian ditindak-lanjuti
oleh pemerintah de- ngan menerbitkan Inpres No. 7 tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instasi Pemerintah. Dari sinilah diawali tahap baru
dimana manajemen strategik berusaha memperoleh posisinya seirama dengan
kompleksitas permasa-lahan negara. Sekalipun hingga saat ini hasilnya belum
sepenuhnya dapat dicapai, dalam arti bahwa belum sepenuhnya instansi
pemerintah, termasuk Dephan dan TNI mampu melaksanakannya, akan tetapi
tanda-tanda positif tampak terlihat secara transparan. Konsep, asumsi, proses
dan teknik analisis dicoba diperbarui dan sedapat mungkin dikembangkan untuk
memperoleh perannya sebagai alat bantu pengambilan keputusan manajerial yang
handal.
Semua itu menggambarkan bahwa dalam era
reformasi ini, manajemen strategis berada dalam nuansa transisi, termasuk di
dalamnya manajemen sumber daya pertahanan dan keamanan sebagai manajemen
strategik TNI yang saat ini menghadapi turbulensi perubahan lingkungan
strategik demikian cepat. Seharusnya diperlukan juga mencari bentuk baru, tidak
dengan cara slow motion akan tetapi proaktif dengan menyikapi perubahan
lingkungan strategik.
Dengan demikian TNI akan memilliki kesiapan
yang lebih dari cukup untuk mengantisipasi dan mengeksploitasi peluang yang
muncul. Mereka diharapkan tidak terjebak pada sikap anti perubahan yang lebih
disebabkan oleh perumusan strategi pertahanan yang hanya dilandasi oleh
kebiasaan, tunduk (loyalitas) pada pimpinan, berpikir incremental dan gradual.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah : Apakah TNI sebagai organisasi yang non
profit, melakukan berbagai bentuk pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan harus dibatasi oleh kemampuan ekonomi negara dapat melaksanakan
fungsi dan tugasnya dengan baik sebagai suatu keniscayaan ? sementara faktanya
kita dihadapkan pada kondisi hutang luar negeri (pemerintah dan swasta) sebesar
US $ 131,2 miliar, dan permasalahan ekonomi lain yang sangat parah. Apakah itu
berarti mutlak diperlukannya berbagai tindakan penghematan/efisiensi, lalu
apa-kah manajemen strategis memberi jaminan pencapaian tujuan organisasi atau
langkah awal efisiensi pencapaian tujuan organisasi?. Dan apakah para pemimpin
menyadari pentingnya pola berpikir strategik dan efisien dalam proses manajemen
penge-lolaan pertahanan negara yang dimulai dari penataan internal tanpa
mengabaikan pengaruh eksternal ?.
sumber :balitbang dephan
read more
perencanaan manajemen strategik
Perencanaan strategik merupakan proses
Sistematis yang berkesinambungan, melalui proses pembuatan keputusan dengan
memanfaatkan sebanyak mungkin pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara
sistematis berbagai kegiatan untuk melaksanakan keputusan tersebut, dan
mengukur hasilnya melalui umpan balik yang sistematis pula. Jadi tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa perencana strategik merupakan bagian terpenting
dalam penyelenggaraan manajemen strategik.
Untuk pertama kalinya manajemen strategik
dikembangkan dalam kalangan militer
pu-luhan, guna mewujudkan suatu tatanan kekuatan nasional yang berperan
melindungi keutuhan teritori serta kedaulatan bangsa dan negara. Tatanan
tersebut hingga saat ini dikenal sebagai sistem manajemen sumberdaya pertahanan
dan keamanan de-ngan Sistem Perencanaan Strategis Pertahanan Keamanan Negara
(Sisrenstra Han-neg) sebagai perwujudan rencana tindakan dan kegiatan mendasar
dalam pola impelementasi.
Ketika itu ada kecenderungan manajemen
strategis versi ABRI ini hendak dijadikan model untuk mendukung perencanaan
strategis pembangunan nasional versi pemerintah, akan tetapi hal ini tidak
berkembang sebagai keputusan manajerial, kecuali pro dan kontra kehendak
masing-masing. Ketika lingkungan mendadak berubah dalam suatu era reformasi
menuju pemerintahan demokratis (demokratic gover-nance) yang
mengandaikan semua itu dirumuskan dan dilaksanakan dengan parameter prinsip
supremasi otoritas politik (civilian supremacy), mekanisme checks and
balances dan terse-dianya instrumen transparansi kebijakan yang membuka
peluang bagi akuntabilitas publik,maka berkembanglah pemaham-an dan pengetahuan
praktis tentang perencanaan strategis sehingga banyak pihak mulai melihat
secara terbuka dan meragukan kontribusi riil yang disumbangkan oleh manajemen
strategis untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang overlap dengan
tujuan ABRI.
Lalu mulai dikeluhkan tentang fungsi dan
efektifitas perencanaan strategis, di saat yang sama juga mulai dirasakan
sulitnya melakukan eksekusi strategi seperti yang telah direncanakan. Manajemen
strategik hanya memberi perhatian pada faktor internal organisasi (ABRI),
khususnya manajemen keuangan. Dengan kata lain, baik dalam wilayah perencanaan
strategik maupun implementasi strategik, posisi manajemen strategik dikalangan
TNI saat ini sedang dipertanyakan terlebih dengan semakin meningginya
turbulensi lingkungan strategis dan intensitas pembaruan.
Sementara itu sebagai buah reformasi telah
terbentuk dasar-dasar perubahan di bidang manajemen pemerintahan dan pembangunan
yang terwujudkan dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, kemudian ditindak-lanjuti
oleh pemerintah de- ngan menerbitkan Inpres No. 7 tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instasi Pemerintah. Dari sinilah diawali tahap baru
dimana manajemen strategik berusaha memperoleh posisinya seirama dengan
kompleksitas permasa-lahan negara. Sekalipun hingga saat ini hasilnya belum
sepenuhnya dapat dicapai, dalam arti bahwa belum sepenuhnya instansi
pemerintah, termasuk Dephan dan TNI mampu melaksanakannya, akan tetapi
tanda-tanda positif tampak terlihat secara transparan. Konsep, asumsi, proses
dan teknik analisis dicoba diperbarui dan sedapat mungkin dikembangkan untuk
memperoleh perannya sebagai alat bantu pengambilan keputusan manajerial yang
handal.
Semua itu menggambarkan bahwa dalam era
reformasi ini, manajemen strategis berada dalam nuansa transisi, termasuk di
dalamnya manajemen sumber daya pertahanan dan keamanan sebagai manajemen
strategik TNI yang saat ini menghadapi turbulensi perubahan lingkungan
strategik demikian cepat. Seharusnya diperlukan juga mencari bentuk baru, tidak
dengan cara slow motion akan tetapi proaktif dengan menyikapi perubahan
lingkungan strategik.
Dengan demikian TNI akan memilliki kesiapan
yang lebih dari cukup untuk mengantisipasi dan mengeksploitasi peluang yang
muncul. Mereka diharapkan tidak terjebak pada sikap anti perubahan yang lebih
disebabkan oleh perumusan strategi pertahanan yang hanya dilandasi oleh
kebiasaan, tunduk (loyalitas) pada pimpinan, berpikir incremental dan gradual.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah : Apakah TNI sebagai organisasi yang non
profit, melakukan berbagai bentuk pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan harus dibatasi oleh kemampuan ekonomi negara dapat melaksanakan
fungsi dan tugasnya dengan baik sebagai suatu keniscayaan ? sementara faktanya
kita dihadapkan pada kondisi hutang luar negeri (pemerintah dan swasta) sebesar
US $ 131,2 miliar, dan permasalahan ekonomi lain yang sangat parah. Apakah itu
berarti mutlak diperlukannya berbagai tindakan penghematan/efisiensi, lalu
apa-kah manajemen strategis memberi jaminan pencapaian tujuan organisasi atau
langkah awal efisiensi pencapaian tujuan organisasi?. Dan apakah para pemimpin
menyadari pentingnya pola berpikir strategik dan efisien dalam proses manajemen
penge-lolaan pertahanan negara yang dimulai dari penataan internal tanpa
mengabaikan pengaruh eksternal ?.
sumber :balitbang dephan
0
dimensi dan perencanaan manajemen strategi
-Dimensi Manajemen Strategi
Manajemen strategi mempunyai beberapa dimensi atau bersifat multidimensional. Dimensi dimaksud adalah :
Sehubungan dengan hal di atas Lonnie Helgerson yang dikutip Salusu menyatakan bahwa “ Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak sekarang tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiap orang (anggota organisasi). Visi memiliki kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan menyerukan pada setiap orang untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus dirumuskan oleh manajemen puncak (pucuk pimpinan) organisasi”.
Analisis terhadap lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan operasional, lingkungan nasional dan lingkungan global (internasional), yang mencakup berbagai aspek atau kondisi, seperti kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, kependudukan, kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, adat istiadat, agama dan lain-lain.
Rencana strategik harus mampu mengakomodasi seluruh aspek kehidupan organisasi yang berpengaruh pada eksistensinya dimasa depan merupakan wewenang dan tanggungjawab manajemen puncak. Oleh karena itu rencana strategik sebagai keputusan utama yang yang prinsipil itu tidak saja ditetapkan dengan mengikutsertakan, tetapi harus dilakukan secara proaktif oleh manajemen puncak, karena seluruh kegiatan untuk merealisasikannya merupakan tanggungjawabnya sebagai pimpinan tertinggi, meskipun kegiatannya dilimpahkan pada organisasi atau satuan unit kerja yang relevan.
Rencana strategis dan rencana operasi bersifat multidimensi, terutama jika perumusan rencana strategis hanya dilakukan pada organisasi publik yang tertinggi. Dengan dimensi yang sangat banyak itu, mudah terjadi tidak seluruh dimensi dapat diakomodasi.
Amstrong (1990) memberikan pengertian yang lebih singkat dan tegas bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah mengenai latihan dan pengembangan. Sumber daya manusia menurut Mangun (dalam Suroto,1992) ialah semua kegiatan manusia yang produktif dan semua potensinya untuk memberikan sumbangan yang produktif kepada masyarakat. Kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek fisik(kualitas fisik), dan aspek non fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan ketrampilan–ketrampilan lain. Oleh sebab itu upaya meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan non fisik tersebut maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan. Upaya inilah yang dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya manusia
Proses Perencanaan Strategi Produk
Proses perencanaan strategi produk meliputi beberap langka
eksternal. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain apakah
perusahaan dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh
lingkungan eksternalnya melalui sumber daya yang dimiliki,
seberapa besar permintaan terhadap produk tertentu, dan
seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi
permintaan tersebut.
dihasilkan perusahaan dimaksudkan pula untuk memenuhi atau
mencapai tujuan perusahaan. Dengan demikian, perlu
dipertimbangkan apakah produk yang dihasilkan dapat
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan perusahaan.
ataupun melakukan segmentasi. Denga demikian alternatif yang
dapat dipilih adalah produk standar, customized product, maupun
produk standar dengan modifikasi.
sekaligus sebagai pengendalian.
dinilai keunggulan dan kelemahannya, kemudian dipilih yang paling
baik dan layak untuk kemudian diterapkan.
pelaksanaan rencana yang telah disusun
read more
Manajemen strategi mempunyai beberapa dimensi atau bersifat multidimensional. Dimensi dimaksud adalah :
1. Dimensi waktu dan orientasi masa depan
Manajemen strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi suatu organisasi berpandangan jauh ke masa depan, dan berperilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai visi organisasi yang akan diwujudkan 10 tahun atau lebih masa depan. Visi dapat diartikan sebagai “ kondisi ideal yang ingin dicapai dalam eksistensi organisasi dimasa depan”.Sehubungan dengan hal di atas Lonnie Helgerson yang dikutip Salusu menyatakan bahwa “ Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak sekarang tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiap orang (anggota organisasi). Visi memiliki kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan menyerukan pada setiap orang untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus dirumuskan oleh manajemen puncak (pucuk pimpinan) organisasi”.
2. Dimensi Internal dan Eksternal
Dimensi internal adalah kondisi organisasi non profit pada saat sekarang, berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang harus diketahui secara tepat untuk merumuskan renstra yang berjangka panjang.Analisis terhadap lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan operasional, lingkungan nasional dan lingkungan global (internasional), yang mencakup berbagai aspek atau kondisi, seperti kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, kependudukan, kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, adat istiadat, agama dan lain-lain.
3. Dimensi Pendayagunaan Sumber-Sumber
Manajemen strategik sebagai kegiatan manajemen tidak dapat melepaskan diri dari kemampuan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimiliki, agar secara terintegrasi terimplementasikan dalam fungsi-fungsi manajemen ke arah tercapainya sasaran yang ditetapkan di dalam setiap rencana operasional, dalam rangka mencapai tujuan strategik melalui pelaksanaan misi untuk mewujudkan visi organisasi publik. Sumber daya terdiri dari sumber daya material khusunya berupa sarana dan prasarana, sumber daya finansial dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program dan proyek, sumber daya manusia, sumber daya teknologi dan sumber daya informasi.4. Dimensi Keikutsertaan Manajemen Puncak
Manajemen strategik yang dimulai dengan menyusun rencana strategik merupakan pengendalian masa depan organisasi, agar eksistensi sesuai dengan visinya dapat diwujudkan, baik pada organisasi yang bersifat privat maupun publik.Rencana strategik harus mampu mengakomodasi seluruh aspek kehidupan organisasi yang berpengaruh pada eksistensinya dimasa depan merupakan wewenang dan tanggungjawab manajemen puncak. Oleh karena itu rencana strategik sebagai keputusan utama yang yang prinsipil itu tidak saja ditetapkan dengan mengikutsertakan, tetapi harus dilakukan secara proaktif oleh manajemen puncak, karena seluruh kegiatan untuk merealisasikannya merupakan tanggungjawabnya sebagai pimpinan tertinggi, meskipun kegiatannya dilimpahkan pada organisasi atau satuan unit kerja yang relevan.
5. Dimensi Multi Bidang
Manajemen strategik sebagai sistem pengimplementasiannya harus didasari dengan menempatkan organisasi satu sistem. Dengan demikian berarti sebuah organisasi akan dapat menyusun rencana strategis dan rencana renovasi jika tidak memiliki keterikatan atau ketergantungan sebagai bawahan pada organisasi lain sebagai atasan.Rencana strategis dan rencana operasi bersifat multidimensi, terutama jika perumusan rencana strategis hanya dilakukan pada organisasi publik yang tertinggi. Dengan dimensi yang sangat banyak itu, mudah terjadi tidak seluruh dimensi dapat diakomodasi.
Amstrong (1990) memberikan pengertian yang lebih singkat dan tegas bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah mengenai latihan dan pengembangan. Sumber daya manusia menurut Mangun (dalam Suroto,1992) ialah semua kegiatan manusia yang produktif dan semua potensinya untuk memberikan sumbangan yang produktif kepada masyarakat. Kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek fisik(kualitas fisik), dan aspek non fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan ketrampilan–ketrampilan lain. Oleh sebab itu upaya meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan non fisik tersebut maka upaya pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan. Upaya inilah yang dimaksudkan dengan pengembangan sumber daya manusia
Proses Perencanaan Strategi Produk
Proses perencanaan strategi produk meliputi beberap langka
- Analisis Situasi
eksternal. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain apakah
perusahaan dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh
lingkungan eksternalnya melalui sumber daya yang dimiliki,
seberapa besar permintaan terhadap produk tertentu, dan
seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi
permintaan tersebut.
- . Penentuan Tujuan Produk
dihasilkan perusahaan dimaksudkan pula untuk memenuhi atau
mencapai tujuan perusahaan. Dengan demikian, perlu
dipertimbangkan apakah produk yang dihasilkan dapat
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan perusahaan.
- Penentuan Sasaran Pasar
ataupun melakukan segmentasi. Denga demikian alternatif yang
dapat dipilih adalah produk standar, customized product, maupun
produk standar dengan modifikasi.
- Penentuan Anggaran
sekaligus sebagai pengendalian.
- Penetapan Strategi Produk
dinilai keunggulan dan kelemahannya, kemudian dipilih yang paling
baik dan layak untuk kemudian diterapkan.
- Evaluasi Pelaksanaan Strategi
pelaksanaan rencana yang telah disusun
0
1. Manajemen strategi diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen dilingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk rencana strategis (Renstra) yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional, yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan.
2. Renstra berorientasi pada jangkauan masa depan.
3. Visi, misi, pemilihan strategi yang menghasilkan strategi induk, dan tujuan strategi organisasi untuk jangka panjang merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategi, namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan manajemen puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat didalamnya.
4. Renstra dijabarkan menjadi rencana operasional yang antara lain berisi program-program operasional termasuk proyek-proyek, dengan sasaran jangka sedang masing-masing juga sebagai keputusan manajemen puncak.
5. Penetapan renstra dan rencana operasi harus melibatkan manajemen puncak karena sifatnya sangat mendasar/prinsipil dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi, untuk mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi jangka sedang termasuk panjangnya.
6. Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk proyek-proyek untuk mencapai sasarannya masing-masing dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.
read more
pengertian dari manajemen strategi
Manajemen strategis merupakan proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh pimpinan dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk mencapai tujuan.
menurut para ahli
- Pearch dan Robinson (1997) dikatakan bahwa manajemen stratejik adalah kumpulan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi.
- Nawawi adalah perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operaional untuk menghasilkan barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategis) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organsasi.
1. Manajemen strategi diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen dilingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk rencana strategis (Renstra) yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional, yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan.
2. Renstra berorientasi pada jangkauan masa depan.
3. Visi, misi, pemilihan strategi yang menghasilkan strategi induk, dan tujuan strategi organisasi untuk jangka panjang merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategi, namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan manajemen puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat didalamnya.
4. Renstra dijabarkan menjadi rencana operasional yang antara lain berisi program-program operasional termasuk proyek-proyek, dengan sasaran jangka sedang masing-masing juga sebagai keputusan manajemen puncak.
5. Penetapan renstra dan rencana operasi harus melibatkan manajemen puncak karena sifatnya sangat mendasar/prinsipil dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi, untuk mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi jangka sedang termasuk panjangnya.
6. Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk proyek-proyek untuk mencapai sasarannya masing-masing dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.
Langganan:
Postingan (Atom)