Rabu, 15 Desember 2010

0

novel "namaku Grace Aja"

  • Rabu, 15 Desember 2010
  • judul : Namaku Grace aJa
    pengarang : charise mericle harper
    penerbit : atria

    Awal tahun ajaran ini menyebalkan karena ada empat grace dikelas. grace stewart tidak sengaja mendapat panggilan "Grace aja", bukannya "Grace"aja!

    keadaan menjadi lebihh kacau ketika maksud baik berubah menjadi buruk karena ingin menghibur Mrs. luther , tetangga sebelah yang kakinya patah ,Grace aja dituduh sebagai penculik kucing !! padahal, dia sangat menyayangi kucing-kucing ,terutama Crinkle , kucing Mrs luther.

    bagaimana Grace aja bisa membukikan kalau dia bukan penculik kucing ? dan kenapa juga dia harus berurusan dengan saammp stringer , si anak cowok jorok yang ternyta bisa bersahabat dengan Mrs.luther ? mungkin Grace Aja bisa menemukan jawabannya setelah dia menemukan crinkles, yang hilang secara misterium
    read more

    Sabtu, 11 Desember 2010

    0

    Yogyakarta, Jogja, Jogjakarta, atau Yogya?

  • Sabtu, 11 Desember 2010

  • Banyak orang menyebut Yogyakarta dengan nama berbeda-beda. Orang-orang tua menyebut Ngayogyakarta, orang-orang Jawa Timur dan Jawa Tengah menyebut Yogja atau Yojo. Disebut Jogja dalam slogan Jogja Never Ending Asia. Belakangan muncul sebutan baru, yaitu Djokdja. Sekilas memang membingungkan, namun menunjuk pada daerah yang sama. Lalu, bagaimana bisa kisahnya sampai nama kota ini bisa begitu bervariasi?
    Paling tidak, ada 3 perkembangan yang bisa diuraikan. Nama Ngayogyakarta dipastikan muncul tahun 1755, ketika Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I mendirikan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kraton yang berdiri di Alas Bering itu merupakan wujud Perjanjian Giyanti yang dilakukan dengan Pakubuwono III dari Surakarta.
    Tak jelas kapan mulai muncul penamaan Yogyakarta, apakah muncul karena pemenggalan dari nama Ngayogyakarta atau sebab lain. Namun, nama Yogyakarta secara resmi telah dipakai sejak awal kemerdekaan Indonesia. Ketika menjadi ibukota Indonesia pada tahun 1949, kota yang juga bergelar kota pelajar ini sudah disebut Yogyakarta. Sri sultan Hamengku Buwono IX juga menggunakan nama Yogyakarta ketika mengumumkan bahwa kerajaan ini merupakan bagian dari Republik Indonesia.
    Berbagai penamaan muncul kemudian, seperti Yogja, Jogja, Jogya dan Yogya. Bisa dikatakan bahwa variasi nama itu muncul akibat pelafalan yang berbeda-beda antar orang dari berbagai daerah di Indonesia. Uniknya, hampir semua orang bisa memahami tempat yang ditunjuk meski cara pengucapannya berbeda.
    Karena kepentingan bisnis, nama Jogja kemudian menguat dan digunakan dalam slogan Jogja Never Ending Asia. Slogan tersebut dibuat untuk membangun citra Yogyakarta sebagai kota wisata yang kaya akan pesona alam dan budaya. Alasan dipilih 'Jogja' adalah karena (diasumsikan) lebih mudah dilafalkan oleh banyak orang, termasuk para wisatawan asing. Sempat pula berbagai institusi mengganti Yogyakarta dengan Jogjakarta.
    YogYES.COM memakai nama Djokdja dalam rubrik Tour de Djokdja. Nama itu bukanlah rekayasa, melainkan pernah digunakan pada masa kolonial Belanda. Terbukti, saat itu terdapat sebuah hotel yang bernama Grand Hotel de Djokdja di ujung utara jalan Malioboro. Kini, hotel itu masih tetap berdiri namun berganti nama menjadi Inna Garuda. Nama 'Djokdja' dipilih untuk memberi kesan kuno dan mengajak para pembaca bernostaligia.
    Dengan berbagai lafal dan cara penulisannya, bisa dikatakan Yogyakarta merupakan daerah yang paling banyak memiliki variasi nama. Jakarta hanya memiliki satu (Jayakarta), sementara Bali tidak memilikinya sama sekali. Kota wisata lain di dunia seperti Bangkok, Singapura, Cartagena, Venesia bahkan tak terdengar memiliki nama-nama variasi. Kota-kota metropolitan seperti New York, Los Angeles, dan London juga tidak mempunyai.
    Kini anda tak perlu bingung lagi jika kebetulan ada orang yang menuliskan kota Yogyakarta seperti caranya melafalkan. Jika mencari tahu tentang seluk beluk kota ini di internet, nama Yogyakarta merupakan yang paling tepat sebab merupakan nama yang paling umum digunakan dalam bahasa tulisan. Alternatif lainnya, anda bisa menggunakan nama Jogja, nama kedua yang paling sering digunakan.
    read more
    1

    Gerakan nasional anti mo limo (madat, minum, main, maling, dan madon


  • Bila kita perhatikan dan renungkan dengan seksama, masyarakat dan bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam, sedang mengalami musibah sebagai peringatan Allah kepada hamba-Nya. Berbagai musibah yang sedang dialami oleh bangsa dan masyarakat Indonesia antara lain, berbagai kerusuhan/kerusakan diberbagai daerah yang berdimensi kesenjangan sosial; musibah dibidang transportasi (kecelakaan lalu lintas didarat, dilaut dan diudara); kriminalitas yang semakin tinggi baik kuantitas maupun kualitas kekerasannya; musibah kebakaran hutan yang dinyatakan sebagai bencana nasional; musibah moneter (merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika) dan masih banyak lagi.
    Selain dari pada itu contoh lain dari penyakit masayrakat adfalah semakin maraknya penyalahgunaan Maza (Narkotika, alkohol, dan zat adive lainnya), penyakit AIDS akibat pelacuran yang semakin di organisir, pola hidup sex bebas serta penyimpangan sex lainnya seperti; kekerasan seksual (pemerkosaan); pelecehan seksual dan perilaku homoseksual.
    Masalah utama yang sedang kita alami adalah ketidak pastian secara fundamental dibidang hukum, moral, norma, nilai dan etika kehidupan. Banyak orang kehilangan pegangan, tujuannya berlomba pada materi sebagai tujuan dekat belaka, tidak lagi tahu mana yang halal dan haram, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak. Terhadap mereka yang kehilangan pegangan hidup ini, Nabi Muhammad SAW telah bersabda.
    "sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu jika kamu berpegang teguh kepadanya, niscaya kamu tidak tersesat selama-lamanya yaitu Kitab Allah (Al Qur’an) dan Sunah Nabi (Muhammad SAW). "
    Kajian terhadap penyakit masyarakat berikut ini mengkhususkan pada penyakit "MO-LIMO (5M)" yaitu : MINUM, MADAT, MALING, MAIN DAN MADON.

    MINUM
    Yang diamksud dengan "minum" disini adalah meminum minuman keras (miras) yaitu sejenis minuman yang mengandung alkohol. Kebiasaan meminum miras ini semakin memprihatinkan bahkan telah membudaya diantara kita sebagai simbol atau status manusia modern. Allah SWT telah jelas melarang minum miras ini.
    Sehubungan dengan miras tersebut berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa dari segi ilmu kedokteran dan kesehatan jiwa miras diharamkan karena dapat merusak organ tubuh dan gangguan dalam fungsi berfikir, perasaan dan perilaku. Penelitian yang dilakukan oleh pakar Adler (1991) membuktikan bahwa 58% tindak kekerasan, perkosaan dan pembunuhan dibawah pengaruh miras. Demikian pula dengan kematian di jalan raya (kecelakaan lalu lintas) sebahagian besar dikarenakan pengemudi dibawah pengaruh miras. Selanjutnya penelitian yang dilakukan di Amerika tersebut membuktikan bahwa pajak miras tidak seimbang dengan kerugian harta, benda dan jiwa warga Amerika. Atau dengan kata lain mudharatnya jauh lebih banyak ketimbang manfaatnya. Temuan ilmiah ini.
    Meskipun pemerintah Amerika tidak merujuk pada agama Islam. Presiden Reagan telah melakukan kampanye anti miras (say no to alcohol) diberlakukan UU yang pada intinya pembatasan produksi, peredaran, penjualan, batas umur peminum (di atas 21 tahun), serta pelarangan iklan miras di media cetak maupun elektronik. Kesimpulannya adalah bahwa miras tidak ada hubungannya dengan pembangunan bahkan sebaliknya menghambat dan merusak pembangunan ! Sungguih sangat kontras dengan kondisi masyarakat dan bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, negara kita belum memiliki UU anti miras sebagaimana halnya di Amerika serikat yang non muslim. aSpirasi umat Islam beberapa waktu yang lalu (termasuk MUI) perihal larangan miras tidak (belum?) terakomodasi oleh pemerintah. Apakah harus menunggu korban lebih banyak lagi, baru dilarang ?




    MADAT
    Yang dimaksud dengan "madat" di sini adalah narkotika, dan termasuk narkotika sesuai dengan UU adalah ganja, morfin, heroin dan kokain. Ada jenis zat lain yang dampak buruknya serupa narkotika yaitu ecstasy (termasuk golongan psikotropika).
    Bila miras menurut agama Islam dilarang, maka sesuai dengan hadis Nabi, semua zat atau bahan yang melemahkan dan memabukkan sebagaimana halnya dengan miras juga dilarang
    Dari hadis tersebut di atas, jelaslah bahwa ganja, morfin (kecuali untuk pengobatan), heroin ("putauw"), kokain dan ecstasy serta zat adiktif lainnya yang dampaknya serupa, kesemuanya juga diharamkan. Pemerintah sesuai dengan UU telah mengeluarkan larangan terhadap ganja, heroin, kokain, ecstasy dan sejenisnya, tetapi "anehnya" tidak (belum?) melarang miras. Justru miras secara statistik maupun ilmiah menimbulkan bahaya yang lebih besar dari pada narkotika dan psikotropika itu sendiri.
    Penyalahgunaan narkotika atau "madat" ini sudah sejak tahun 1970 dan hingga sekarang semakin marak saja. Meskipun sudah dikeluarkan UU tetapi pelaksanaan UU-nya itu sendiri banyak mengalami kendala.
    Dengan semakin menjamurnya tempat-tempat hiburan malam (diskotek, karaoke, klub malam dan sejenisnya), merupakan peluang bagi peredaran benda-benda haram tersebut. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang mengalami transformasi budaya dan sebagaimana halnya masyarakat amerika dan dunia Barat umumnya kita latah menjadi masyarakat yang gandrung "ngeboat" atau "drug oriented society".
    Dalam hal korban dari madat atau narkotika ini yang memprihatinkan adalah korbannya sebahagian besar remaja dan orang-orang muda usia produktif. Kesannya kita sebagai orang tua yang di rumah (ayah dan ibu); yang disekolah (bapak dan ibu guru) dan yang di masyarakat (aparat, pejabat, tokoh masyarakat, ulama, pengusaha) tidak mampu mencegah penyalahgunaan madat ini. Harus diakui (meskipun pahit) bahwa kita semua orang tua sengaja atau tidak sengaja telah menciptakan kondisi tatanan sosial yang memberikan sarana, prasarana dan peluang bagi maraknya penyalahgunaan madat atau narkotika ini. Dimanakah tanggung jawab kita selaku "orang tua" di atas.
    Kita amat prihatin karena akhir-akhir ini sebahagian anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa ("our children, our future") telah berperilaku menyimpang, antara lain terlibat kenakalan remaja, tawuran, kriminal, perkosaan bahkan sampai pada pembunuhan, penyalahgunaan madat dan miras. Sebahagian besar dari mereka mengalami putus sekolah, lalu mau apa dan menjadi apa. Masih adakah "hari esok" bagi mereka? Apakah kita selaku orang tua tidak merasa bersalah dan berdosa bila anak-anak kita tidak berkualitas, tidak menguasai IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan tidak dibekali IMTAK (Iman dan Takwa)?
    Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebahagian besar perilaku menyimpang tersebut di atas disebabkan karena pengaruh miras, narkotika dan obat-obat terlarang lainnya.
    MALING
    Pengertian "maling" di sini bukan dalam arti sempit seperti orang kampung maling ayam atau jemuran pakaian dan sejenisnya; melainkan yang sering dilupakan adalah bahwa korupsi, kolusi dan manipulasi adalah yang sebenar-benarnya "maling". Mengapa demikian, karena perbuatan itu (korupsi, kolusi dan manipulasi) tidak hanya merugikan secara perorangan, melainkan dalam skala yang lebih besar merugikan negara, yang pada gilirannya berakibat fatal karena dampaknya pada proses pemiskinan rakyat.
    Dampak dari proses pemiskinan rakyat ini adalah terjadinya kesenjangan sosial dan kecemburuan sosial. Sebagai kelanjutan kondisi yang rawan ini, sedikitnya telah memicu terjadinya kerusuhan massal. Dimensi kerusuhan sosial ini lalu berkembang dari yang semula berdimensi sosial-ekonomi, menjalar menjadi kerusuhan yang berbau "sara" (suku, agama, ras dan golongan).
    Keserakahan mereka terhadap dunia ini, yaitu dengan mencuri kekayaan negara dan masyarakat yang sedianya diperuntukkan bagi pembangunan dan pemerataan, sungguh melampaui batas.
    Sesungguhnya dengan kemewahan dunia (sebagai hasil dari maling) itu, mereka tidak menyadari bahwa mereka tertipu. Mereka lupa (sayangnya sebahagian besar beragama Islam)


    MAIN
    Yang dimaksud dengan "main" disini adalah perjudian dengan segala bentuknya mulai dari yang sederhana hingga pada permainan yang canggih. Contoh bentuk permainan yang sederhana misalnya (dikalangan masyarakat bawah) "adu/sabung ayam" (dengan taruhan), main domino dan sejenisnya (judi koprok); sedangkan yang canggih misalnya permainan di kasino; dan sifatnya massal misalnya SDSB atau sejenisnya.
    Perdefinisi yang dimaksud dengan main/judi adalah segala bentuk permainan dengan taruhan (uang atau lainnya) yang sifatnya adu untung (untung-untungan) serta tidak rasional.
    Dari segi ilmu kesehatan jiwa mereka yang terlibat (penjudi) dihinggapi penyakit "obsesi-kompulsi". Mereka berjudi (berulangkali) dengan harapan akan menang, meskipun mereka tahu bahwa permainan itu tidak rasional, namun mereka tidak dapat menahan diri terhadap dorongan untuk lagi-lagi berjudi meskipun sudah habis-habisan. Dari sejak awal mereka sesungguhnya sudah "menyadari" akan kalah, tetapi godaan/khayalan/harapan akan menang itulah yang mengalahkan rasionya, sehingga mereka melanjutkan main dan main lagi.
    Sebagaimana halnya larangan terhadap miras, berdukun-dukunan serta meramal-ramal nasib, maka larangan terhadap judi ini tersurat dalam Al Qur'an surah Al Maidah ayat 90-91 (lihat di muka). Dalam kondisi masyarakat yang serba tidak menentu, penuh dengan ketidakpastian terutama dibidang sosial ekonomi, maka perjudian akan semakin subur. Orang terlena dengan "harapan" atau "janji" yang memukau, mereka terbenam dalam khayal akan memperoleh keberuntungan dengan jalan pintas. Penelitian membuktikan bahwa perjudian lebih besar mudharatnya ketimbang manfaatnya, hal ini sudah diperingatkan oleh Allah SWT.
    Sebagai contoh misalnya permasalahan SDSB (Sumbangan Dana Sosial berhadiah) yang syukur alhamdulillah telah dilarang. Dalam penelitian ternyata bermilyar rupiah setiap minggunya dana rakyat dari pedesaan dan dari masyarakat bawah di perkotaan yang tersedot ke SDSB itu. Mereka terbius dengan "harapan" yang bersifat khayalan (ilusi) sehingga produktivitas kerja menurun dan pada gilirannya terjadi proses pemiskinan massal dengan segala dampaknya. Selanjutnya kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa mudharat SDSB jauh lebih besar dari manfaatnya.
    Contoh diatas adalah bentuk judi yang sederhana yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Namun sesungguhnya ada bentuk "judi" yang lebih fatal lagi, yaitu setiap langkah, tindakan, kebijaksanaan yang diambil secara tidak rasional dengan pertimbangan untung-untungan, contohnya dibidang ekonomi moneter. Seorang pengamat menyatakan bahwa ekonomi di Indonesia disebutkan sebagai "ekonomi kasino". Akibat dari "ekonomi kasino" ini, maka perekonomian kita dan juga moneter kita serba tidak menentu, sementara dengan berjalannya sang waktu kerugian terus bertambah. Seyogyanya semua langkah perekonomian dan moneter kita dijalankan secara profesional dan bukannya secara "kasino".
    Akibat kurang tanggap, kurang antisipatif dan ragu-ragu serta lambat dalam mengambil tindakan terhadap gejolak ekonomi dan moneter, maka kita "dimakan sang waktu". Peribahasa Inggris mengatakan bahwa "time is money&qot (waktu adalah uang), sementara akibat kita lalai memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya kita merugi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.

    MADON
    Yang dimaksud dengan "madon" disini adalah "main perempuan" (berzina, melacur).
    Dalam pengamatan, pelacuran dewasa ini semakin marak, sifatnya sudah terbuka, terang-terangan dan legal ("openly, publicly and legally"), pertumbuhannya bak jamur dimusim hujan. Maklumlah dunia pelacuran ini merupakan lahan "business" yang menggiurkan, disebutkan dalam sebuah penelitian (1997) omzet bisnis pelacuran ini mencapai 8,6 trilyun rupiah pertahun !
    Dalam kaitannya dengan pelacuran/perzinaan ini, Allah telah berfirman.
    Akibat manusia melanggar larangan Allah ini, maka sejak tahun 1980 telah muncul penyakit AIDS. AIDS adalah penyakit kelamin yang mematikan. Mengapa dikatakan mematikan, sebab hingga sekarang (1997) belum ditemukan obatnya. Bahkan Presiden Amerika Serikat, Bill Clinton, beberapa waktu yang lalu (1996) menyatakan bahwa belum tentu dalam 10 tahun mendatang akan ditemukan obatnya. Mengapa dikatakan sebagai penyakit kelamin, karena penelitian membuktikan bahwa penyakit ini ditularkan 95,7% melalui perzinaan/pelacuran termasuk perilaku homoseksual.Penyakit AIDS merupakan peringatan Allah, karena manusia tidak menjauhinya.
    Dari catatan yang ada (Agustus 1997) disebutkan penderita HIV/AIDS ada 598 orang. Berapakah angka sebenarnya, kalikan dengan 200! Bila kita gagal mencegah AIDS, maka jangan kaget bila nanti pada tahun 2000, orang Indonesia yang terkena HIV/AIDS mencapai 2,5 juta. Total biaya perorang sekitar 164 juta rupiah, meskipun pada akhirnya si penderita mati. Dan manakala ramalan para ahli itu benar, biaya keseluruhan secara rasional untuk penanggulangan HIV/AIDS akan menghabiskan dana APBN sebesar 32 trilyun rupiah yang berarti 1/3 APBN kita.
    Maka apabila kita hendak mencegah HIV/AIDS, tiada jalan lain mencegah perzinaan/pelacuran. Pencegahan dengan menggunakan kondom ternyata tidak menjamin tidak ketularan, hanya mengurangi resiko. Dan, meskipun menggunakan kondom, perzinaan/pelacuran tetap haram hukumnya! Stop perzinaan/pelacuran, maka stop pula penyebaran HIV/AIDS.
    Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ada gerakan yang sifatnya nasional, yaitu "Gerakan Nasional Pengentasan WTS", dengan program pokok mengentaskan tiga bentuk kemiskinan, yaitu kemiskinan materi, kemiskinan iman dan kemiskinan informasi.
    Pengentasan kemiskinan materi agar orang tidak menjadi WTS; pengentasan kemiskinan iman agar orang tidak melacur/berzina; pengentasan kemiskinan informasi agar orang tahu dan mengerti, bahwa melalui perzinaan/pelacuran bahkan dengan memakai kondom sekalipun, tetap akan ketularan penyakit maut ini!
    read more
    0

    Pengacara Hitam di Mafia Peradilan


  • Reformasi hukum yang dilancarkan selama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono belum berhasil menyentuh mafia peradilan. Para pengacara yang berkolusi dengan penegak hukum dalam penanganan perkara, khususnya kasus korupsi, justru telah menjegal proses reformasi hukum. Karena itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tegas terhadap praktek mafia peradilan yang dilakukan juga oleh para ”pengacara hitam”.

    Selama ini lembaga profesi pengacara semacam Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) juga belum bisa secara maksimal menindak para anggotanya yang melakukan pelanggaran. Pemecatan terhadap pengacara senior, Todung Mulya Lubis yang dilakukan oleh PERADI, lebih menunjukan nuansa bahwa lembaga profesi advokat pun tidak bebas kepentingan. Dengan alasan kode etik advokat, mereka bisa menghukum seorang pengacara yang justru memiliki dedikasi dan integritas yang tinggi dalam pemberantasan korupsi.

    Mafia peradilan sudah lama menggrogoti sistem peradilan nasional. Sistem peradilan kita yang tidak efektif dan mekanisme yang tidak jalan telah melahirkan demoralisasi sehingga muncul keadaan ini. Praktek ini tidak hanya melibatkan instansi atau aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, melainkan juga sebagian advokat atau penasihat hukum.

    Ada pengacara yang diduga kuat menyuap hakim, jaksa, bahkan saksi agar memutus, mendakwa, dan menuntut serta memberi keterangan secara tidak benar di pengadilan. Ada juga yang memalsukan vonis hakim. Bahkan untuk melancarkan operasinya, banyak pengacara yang mempunyai agen (orang dalam) di kantor-kantor pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian mulai dari daerah sampai ke ke pusat, tak terkecuali di Mahkamah Agung.

    Muncul juga kreativitas baru di dalam dunia peradilan, yakni dibentuknya tim lobi untuk menangani suatu perkara hukum sebagai bagian dari tim pengacara. Perkara tidak lagi ditangani dengan membangun argumen hukum yang logis agar menang, melainkan dilakukan dengan lobi-lobi ke berbagai pihak seperti pejabat pengadilan agar menang, minimal putusannya lebih ringan. Lebih menyedihkan lagi, sekarang ini, saksi ahli pun diduga bisa dibeli oleh pengacara agar bisa memberikan kesaksian sesuai pesanan mereka.


    Tidak heran jika Global Corruption Report 2007 yang diluncurkan oleh Transparency International, sebuah koalisi global antikorupsi memilih tema Corruption in Judicial Systems. Korupsi dianggap melumpuhkan sistem yudisial di seluruh dunia termasuk Indonesia serta menghalangi hak asasi manusia akan peradilan yang adil dan tidak berpihak. Dengan adanya korupsi yudisial yang salah satunya dimainkan oleh pengacara, mereka yang benar kehilangan hak didengar sedangkan yang bersalah tidak tersentuh oleh hukum.

    Untuk mengatasi masalah mafia peradilan tersebut perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut:

    1. Pemerintah sudah semestinya membuat cetak biru program reformasi peradilan untuk menghindari maraknya praktik mafia. Sebab suap di lembaga peradilan bisa bermula karena pemerasan dari oknum penegak hukum, atau sebaliknya dari pihak yang berperkara dalam hal ini pengacara. Untuk itu, reformasi peradilan perlu kembali dilakukan untuk mendorong lahirnya hakim dan jaksa yang bersih dan independen.
    2. Diperlukan langkah strategis untuk mengawasi para hakim, jaksa dan juga pengacara. Praktik suap akan menjadi semakin tak terkontrol ketika pengawasan internal tidak berfungsi dengan baik. Pengawasan itu seyogyanya dijalankan juga oleh Komisi Yudisial (KY). Bagaimanapun spirit pembentukan KY adalah untuk mengatasi mafia peradilan.
    3. Lembaga peradilan juga sudah seharusnya bersinergi dengan KPK untuk mengungkap semua indikasi korupsi peradilan, baik yang dilakukan oleh hakim maupun pengacara. Sudah saatnya KPK juga menyentuh ”pengacara hitam” dalam pemberantasan korupsi
    4. Dewan kehormatan dari lembaga-lembaga advokat/pengacara harus berani mengambil tindakan keras terhadap anggotanya yang melanggar kode etik advokat, yang menyuap dan menghalalkan segala cara untuk memenangkan perkara klien-nya
    read more
    0

    Tentara Nasional Indonesia(TNI)


  • terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI saat ini adalah Jenderal TNI Djoko Santoso.
    Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan Kepolisian. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004.
    Sejarah TNI
    Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
    BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
    Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, dirubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
    Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.

    Jati diri TNI

    Sesuai UU TNI pasal 2, jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:
    1. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia
    2. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya
    3. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama
    4. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi

    Tugas TNI

    Sesuai UU TNI Pasal 7 ayat (1), Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. (2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
    1. operasi militer untuk perang
    2. operasi militer selain perang, yaitu untuk:
    3. mengatasi aksi terorisme
    4. mengamankan wilayah perbatasan
    5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis
    6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri
    7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya
    8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta
    9. membantu tugas pemerintahan di daerah
    10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang
    11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia
    12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
    13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue)
    14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
    Kemudian ayat (3) berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

    1.Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat

    TNI Angkatan Darat adalah bagian dari Tentara Nasional Indonesia, yang dipimpin oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). KSAD saat ini dijabat oleh Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo yang dilantik 28 Desember 2007 menggantikan Jenderal Djoko Santoso yang menjadi Panglima TNI. Tugas TNI AD

    Tugas TNI Angkatan Darat

    Sesuai UU TNI pasal 8, Angkatan Darat bertugas:
    1. melaksanakan tugas TNI matra darat di bidang pertahanan
    2. melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain
    3. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra darat
    4. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat.

    2.Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

    TNI Angkatan Laut adalah bagian dari Tentara Nasional Indonesia yang bertanggung jawab atas operasi laut, dipimpin oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut, yang saat ini dijabat oleh Laksamana Tedjo Edy Purdiyatno, SH. Kekuatan TNI-AL saat ini terbagi dalam 2 armada, Armada Barat yang berpusat di Tanjung Priok, Jakarta dan Armada Timur yang berpusat di Tanjung Perak, Surabaya, serta satu Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil). Selain itu juga membawahi Korps Marinir. Dan sumber Prajurit TNI ASejarah TNI-AL dididik dan dilatih di AAL dan Kobangdikal serta Seskoal.

    TNI-AL memiliki Slogan Jalesveva Jaya Mahe.

    Sejarah
    TNI-AL dimulai pada tanggal 10 September 1945, ketika pemerintah mendirikan Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut). BKR Laut ini dipelopori oleh pelaut pelaut yang pernah bertugas di jajaran Koninklijke Marine (AL Belanda) dan Kaigun di masa penjajahan Jepang.
    Terbentuknya organisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR) turut memacu keberadaan TKR Laut yang selanjutnya lebih dikenal sebagai Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), dengan segala kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya. Sejumlah Pangkalan Angkatan Laut terbentuk, kapal-kapal peninggalan Jawatan Pelayaran Jepang diperdayakan, dan personel pengawaknya pun direkrut untuk memenuhi tuntutan tugas sebagai penjaga laut Republik yang baru terbentuk itu. Kekuatan yang sederhana tidak menyurutkan ALRI untuk menggelar Operasi Lintas Laut dalam rangka menyebarluaskan berita proklamasi dan menyusun kekuatan bersenjata di berbagai tempat di Indonesia. Disamping itu mereka juga melakukan pelayaran penerobosan blokade laut Belanda dalam rangka mendapatkan bantuan dari luar negeri.
    Selama 1949-1959 ALRI berhasil menyempurnakan kekuatan dan meningkatkan kemampuannya. Di bidang Organisasi ALRI membentuk Armada, Korps Marinir yang saat itu disebut sebagai Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL), Penerbangan Angkatan Laut dan sejumlah Komando Daerah Maritim sebagai komando pertahanan kewilayahan aspek laut.
    Pada 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa kapal-kapal perang jenis korvet kelas Parchim, kapal pendarat tank (LST) kelas 'Frosch', dan Penyapu Ranjau kelas Kondor. Penambahan kekuatan ini dinilai masih jauh dari kebutuhan dan tuntutan tugas, lebih-lebih pada masa krisis multidimensional ini yang menuntut peningkatan operasi namun perolehan dukungannya sangat terbatas. Reformasi internal di tubuh TNI membawa pengaruh besar pada tuntutan penajaman tugas TNI AL dalam bidang pertahanan dan keamanan di laut seperti reorganisasi dan validasi Armada yang tersusun dalam flotila-flotila kapal perang sesuai dengan kesamaan fungsinya dan pemekaran organisasi Korps Marinir dengan pembentukan satuan setingkat divisi Pasukan Marinir-I di Surabaya dan setingkat Brigade berdiri sendiri di Jakarta.
    Tugas TNI Angkatan Laut
    Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI Pasal 9, Angkatan Laut bertugas:
    1. melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
    2. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
    3. melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
    4. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut;
    5. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

    3.Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara

    Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) adalah bagian dari Tentara Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara yang disingkat KASAU yang pada saat ini dijabat oleh Marsekal TNI Subandrio. Saat ini TNI-AU memiliki dua komando operasi yaitu Komando Operasi Angkatan Udara I (Koops AU I) yang bermarkas di Halim Perdanakusumah, Jakarta dan Komando Operasi Angkatan Udara II (Koops AU II) yang bermarkas di Makassar.

    Tugas TNI-AU

    Sesuai dengan UU TNI pasal 10, Angkatan Udara bertugas:
    • melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan;
    • menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
    • melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara; serta
    • melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.

    Sejarah

    TNI AU lahir dengan dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945, guna memperkuat Armada Udara yang saat itu berkekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya. pada tanggal 5 Oktober 1945 berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.


    Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara. Pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia, yang kini diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
    Pada 29 Juli 1947 tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.


    Modal awal TNI AU adalah pesawat-pesawat hasil rampasan dari tentara Jepang seperti jenis Churen, Nishikoren, serta Hayabusha. Pesawat-pesawat inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya TNI AU. Setelah keputusan Konferensi Meja Bundar tahun 1949, TNI AU menerima beberap aset Angkatan Udara Belanda meliputi pesawat terbang, hanggar, depo pemeliharaan, serta depo logistik lainnya. Beberapa jenis pesawat Belanda yang diambil alih antara lain C-47 Dakota,B-25 Mitchell,P-51 Mustang,AT-6 Harvard,PBY-5 Catalina, dan Lockheed L-12.
    Tahun 1950, TNI AU mengirimkan 60 orang calon penerbang ke California Amerika Serikat, mengikuti pendidikan terbang pada Trans Ocean Airlines Oakland Airport (TALOA). Saat itu TNI AU memiliki pesawat dari Uni Sovyet dan Eropa Timur, berupa MiG-17, pembom TUPOLEV TU-2, dan pemburu LAVOCKHIN LA-11. Pesawat-pesawat ini mengambil peran dalam Operasi Trikora dan Dwikora.
    TNI AU mengalami popularitas nasional tinggi dibawah dipimpin oleh KASAU Kedua Marsekal Madya TNI Omar Dhani awal 1960-an. TNI AU memperbarui armadanya pada awal tahun 1980-an dengan kedatangan pesawat OV-10 Bronco, A-4 Sky Hawk, F-5 Tiger, F-16 Fighting Falcon, dan Hawk 100/200.

    read more

    Subscribe