Sabtu, 13 Desember 2008

0

Sebuah Catatan Efek Rumah Kaca dari Apokalip

  • Sabtu, 13 Desember 2008
  • Share

  • Breeemmmm,, deru nafsu itu begitu menggebu,, berduaan di Kamar Gelap
    bersama Efek Rumah Kaca

    Malang, 3 Desember 2008
    Jujur saja, sebelumnya saya sudah pernah mencoba merawat beberapa mp3
    Efek Rumah Kaca (E.R.K) di hardisk, tapi entah kenapa dan
    bagaimana .. termakan virus atau terpencet tombol SHIFT+DEL .., tiba-
    tiba saja folder itu sudah raib dari drive: E saya. Mungkin, maksimal
    hanya sampai 3 kali saja winamp saya mampu untuk menyanyikan lagu-
    lagu mereka, untuk selanjutnya bosan dan terabaikan. Sampai suatu
    hari ada teman datang ke rumah ngajak hunting video E.R.K yang banyak
    berserakan di internet, mulai dari multiply, myspace, sampai
    rapidshare. Hasilnya? Beberapa versi video bootleg, live + klip "di
    udara", "desember", dan "Kenakalan Remaja di Era Informatika" dengan
    berbagai format sudah berani menggeser tempat video 3gp lokal yang
    ada di desktop saya. Hmm, nakal memang!

    Malang, 9 Desember 2008
    Waktu beralih tanggal, hingga saya lebih memilih belajar untuk
    mencintai band satu ini dari lantunan kata daripada nada. Lewat "di
    udara"-lah E.R.K akhirnya mampu memikat hati saya yang terkenal
    angkuh untuk dapat menikmati nada-nada santun karya anak negeri yang
    kerap dan jarang malu-malu untuk mengadopsi penuh terhadap karya anak
    luar negeri. Pemilihan kata yang dinamik, lugas, enerjik dan mudah
    sekali dimengerti, jauh dari yang namanya puitis kalo menurut saya
    (sebagian kecil mungkin), instant! (Sobek bungkusnya, seduh, aduk dan
    minum) untuk nama band, judul dan lirik, adalah anugerah (lagi-lagi
    menurut saya) yang dimiliki band ini selain talenta tentunya. Jalan
    unique dengan kemasan tema kekinian adalah nilai lebih yang berani
    ditempuh oleh E.R.K. Menepis telak tema-tema lama bernuansa kenakalan
    wanita mempermainkan kesungguhan cinta seorang pria atau kekalahan
    mutlak seorang lelaki yang kandas dan terperdaya, dan cinta dan cinta
    lagi, abadi nan menjemukan yang tetap kekeh mengisi tracklist di
    radio-radio lokal. Ya dan tentu saja! E.R.K tampak selalu sigap dan
    bijak menyikapi segala fenomena sosial yang ada/terjadi lewat
    celetukan lirik-liriknya yang nakal tapi tanpa binal, merekam +
    memotret kenyataan, hingga terbentuk perangai LIAR, BERANI dan
    STRAIGHT TO THE POINT:

    * Simaklah tema "jatuh cinta itu biasa saja" / "jatuh cinta melulu".
    Aneh, melawan dan terjauhkan dari kesan biasa saja. Band ini berani
    menyatakan penolakannya ke dua arah sekaligus atas presepsi dan
    prosesi indah bahkan kejamnya Cinta, di saat orang-orang ramai
    membahasakan Cinta dan segala keagungannya atau lebih memilih dengan
    umpatan dan segala penyesalannya setelah berani berkenalan dengan
    yang namanya Cinta dan terpaksa menelan getir akibat terantuk duri-
    duri di kelokan lembah romantisme lewat sinetron, klip dan mp3.

    * Adalah "belanja terus sampai mati". Gambaran salah satu bentuk
    pengakuan korban keganasan peliknya kehidupan urban setelah menuntut
    dirinya sendiri untuk selalu tampil rapih dan terpujikan setiap saat.
    Memilih berhitung di malam hari untuk keperluan belanja ke distro
    esok di sore hari sepulang dari sekolah, merampok uang spp,
    keberanian ber-argumen di depan ortu demi menaikkan jatah uang les
    piano dan buku cetak sekolah yang nyata-nyata semu, dan tentunya agar
    turut mensukseskan A.Dramatic.Fashion. Slogan "Support Local
    Clothing". Beli.. beli.. beli..., konsumsi.. konsumsi.. konsumsi...

    * Uhuk, tersedak racun "di udara". Bercerita tentang sosok Munir,
    Pahlawan Orang Hilang era 2000an. Ketika negeri ini ramai dan lantang
    memberitakan tentang pertikaian bernuasa nasionalisme antara 2 sosok
    genius: Ahmad Dhani vs Roy Suryo, lewat lagu ini E.R.K mencoba
    berbaur dengan sedikit sekali suara yang tetap berani melantangkan
    seruan kehilangan dan tuntutan keadilan atas sosok Munir itu. Ironis!
    Juta dibanding puluhan, di saat Munir menyerukan keadilan HAM bagi
    jutaan orang, tapi hanya berbalas puluhan orang saja yang ikut
    berjajar menuntut adil hingga berujung dengan kematiannya. Ya, inilah
    Indonesia.

    * Hei, "hujan jangan marah". Lantunan Istighosah oleh E.R.K atas
    bencana banjir tahunan di Jakarta yang selalu saja menghiasi berita
    malam di televisi saat musim hujan itu mulai datang. Himbauan lawakan
    agar mengganti mobil dengan perahu karet sebagai kendaraan pribadi
    khusus di musim hujan seakan ikut mengiyakan lagu ini. Prihatin dan
    sungguh merindukan rindang hijaunya taman kota yang semakin
    tergeserkan oleh bangunan-bangunan cadas berbentuk dinding-dinding
    kota yang tinggi kokoh menjulang, hingga lahan resapan air itupun
    perlahan menghilang. Begitu sarat akan pesan moral, sangat tidak
    menghibur, menampar malah!

    * "kenakalan remaja di era informatika" . Soundtrax atas kedinian
    dan 'ketidakdewasaan' remaja kita menyambut serbuan teknologi dan
    malah tersesat jauh. Mencubit keras pantat para aktor dan aktris film
    3gp di tanah air. Atas nama birahi, deruan nafsu, keisengan dan
    dokumentasi pribadi, para artis muda ini berani telanjang dan ugal-
    ugalan di depan kamera hp dengan mengesampingkan etika, rasa malu +
    harga diri, dan efek luas atas film pendek yang telah dibuatnya. Dan
    kenapa juga saya musti ikut tersindir dengan lagu ini? Haha, ayo
    dewasa!

    * Dan banyak lagi, dan cerdas lagi! Selain saya dan juga ribuan
    penggemarnya menyebut E.R.K sebagai "produk indie" terbaik saat ini,
    media-media musik menjulukinya sebagai "band yang cerdas", "sesuatu
    yang berkualitas sekaligus 'menjual'", atau bahkan "penyelamat musik
    Indonesia". Serasa pantas memang, kalau E.R.K memegang tegak
    panji "MTV Indonesia Award 2008", "Rookie of The Year 2008" versi
    Rolling Stone Indonesia, dan "nominator AMI Award 2008".

    Dan hari Jumat, tanggal 19 Desember 2008 adalah hari baik bagi kita
    semua. Tapi, mengapa? dan bagaimana?

    Mengapa:
    Karena di hari itu E.R.K akan kembali menyelamatkan kita lewat
    peluncuran album keduanya bertitel "Kamar Gelap" yang kabarnya akan
    dirilis oleh Aksara Records.

    Bagaimana:
    "Kamar Gelap" (yang diambil dari salah satu judul lagu di album ini)
    adalah representasi konsep bermusik E.R.K tentang cara memotret
    realitas. Dan untuk menyempurnakannya, E.R.K berkarya bersama Angki
    Purbandono (seorang seniman berbasis fotografi dari Ruang MES 56,
    Yogyakarta) yang menangani arahan seni kemasan album ini. Wow, sebuah
    paket musik dan fotografi.

    Ada 12 lagu di "Kamar Gelap", setiap komposisi musiknya dirancang
    untuk mendukung tema dan lirik lagunya, begitupun sebaliknya. Berikut
    adalah kerangka dari kamar gelap E.R.K yang begitu menyelamatkan
    (dicopas - Colong Paste, dari postingan yurskie di salah satu thread
    KOMPAS message board:

    Tubuhmu Membiru... Tragis
    Lagu pembuka, bercerita tentang orang yang selalu berada "di
    ketinggian" dan mendengar suara-suara menghasut. Halusinatif.

    Kau dan Aku Menuju Ruang Hampa
    Lagu cinta yang gusar dengan gitar berdistorsi. Tentang tarik menarik
    pemaksaan kehendak; "kau belah dadaku/ mengganti isinya/ hisap
    pikiranku/ memori terhapus..."

    Mosi Tidak Percaya
    Orang-orang yang kita pilih dan percaya untuk menyuarakan kepentingan
    kita, ternyata bagai tercebur ke dalam kolam racun. Geram sejak lirik-
    lirik pertama; "Ini masalah kuasa/ Alibimu berharga/ Kalau kami tak
    percaya/ Lantas kau mau apa?", lalu mengajak sing- a long bertubi-
    tubi "Ini mosi tidak percaya/ Kami tak mau lagi diperdaya". Lagu yang
    langsung. Gemuk aroma punk rock.

    Lagu Kesepian
    "Ku tak melihat kau membawa terang yang kau janjikan..." Lagu cinta,
    tentang janji tak digenapi. Dominasi nuansa akustik.

    Hujan Jangan Marah
    Lagu tertua di album ini, diciptakan tahun 1999 ketika banjir terjadi
    di Jakarta. Lagu ini adalah doa, agar alam tidak lekas marah.
    Harapannya, hujan turun sesuai siklusnya. Sayang, manusia merusak
    itu. Komposisi musik sangat terpengaruh oleh gaya "pop progresif
    Indonesia" yang sempat popular di era 70-an.

    Kenakalan Remaja di Era Informatika
    Video phone sex semakin merajalela, saatnya bersikap dewasa terhadap
    teknologi. Single pertama album ini.

    Menjadi Indonesia
    Kapankah Indonesia bangun dari tidur? Nuansa patriotis, judul lagu
    terinspirasi dari judul yang sama pada buku karangan Parakitri T.
    Simbolon.

    Kamar Gelap
    Kenyataan, fotografi, dan sisi gelap-terangnya.

    Jangan Bakar Buku
    "Karena setiap lembarnya mengalir berjuta cahaya..." Negara ini punya
    sejarah yang panjang tentang pembakaran buku. Menurut kami, buku
    untuk dibaca, bukan dibakar, apa pun alasannya. Turut serta Ade Firza
    Paloh dari SORE pada vokal dan Iman Fattah (LAIN, Zeke And The Popo)
    pada gitar.

    Banyak Asap di Sana
    Tentang pemerataaan sumber daya/ekonomi yang seringkali menyebabkan
    para pemuda pemudi lari ke kota dan menggantungkan cita-citanya di
    sana. Hanya nama itu berulang di kepala: "kota...kota. ..kota.." .

    Laki-laki Pemalu
    Ungkapan cinta tak sempat terucap. Diiringi alunan waltz malu-malu.
    Ramondo Gascaro dari SORE bermain keyboard. Ade Firza Paloh menyudahi
    lagu dengan vokal latar yang tenang.

    Balerina
    Hidup bagai balerina, adalah keseimbangan. Petikan gitar jangly
    menari-nari, menjadi penutup album ini.

    sumber ; apokalip.com

    0 Responses to “Sebuah Catatan Efek Rumah Kaca dari Apokalip”

    :1 :2 :3 :4 :5 :6 :7 :8 :9 :a :b :c
    :) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

    Posting Komentar

    Subscribe